Latar Belakang
Pandemi covid-19 memicu krisis. Tak hanya krisis kesehatan publik, tapi juga krisis ekonomi dan politik. Virus ini, menurut Johns Hopkins University & Medicine, hingga pukul 12.32 WIB 6 Juni 2020 telah menginfeksi 6.170.556 jiwa dan mengakibatkan kematian 372.099 jiwa. Krisis politik kini terjadi di Brasil dan Amerika Serikat. Pengangguran di Amerika Serikat, misalnya, meningkat tajam mencapai 14,7%, terburuk setelah Great Depression.
Betapapun, krisis pasca-covid tampak tak terhindarkan. Berbagai instrumen kebijakan dan keuangan disiapkan, seperti yang dilakukan The Fed dengan mencadangkan pinjaman lebih dari US$3 triliun (sekitar Rp 43.933 triliun) dan kebijakan bunga yang sangat rendah. Para pemimpin Uni Eropa sedang mengusulkan coronavirus rescue plan sebesar US$825 milliar (sekitar Rp 12.081 triliun), sementara China menyediakan paket pemulihan ekonomi sebesar 4 triliun yuan (sekitar Rp 8.100 triliun). Di Indonesia kebijakan yang diambil berupa penambahan APBN 2020 sebesar Rp405 triliun untuk penanganan dampak covid.
Indonesia sedang diarahkan pada new normal, artinya ekonomi akan digerakkan. Saat dan pasca-krisis, sebagaimana pada krisis 1998, industri ekstraktif cenderung digenjot. Kemudahan perolehan hasil langsungnya dalam waktu cepat menyebabkan produksi produk mentah kerap menjadi pilihan pintas. Subsidi melalui kebijakan dan relaksasi regulasi cenderung diberikan. Sangat mungkin termasuk perluasan kebun sawit.
Tapi, haruskah demikian? Haruskah kita memperluas deforestasi ataukah kita punya jalan lain? Bisakah kita belajar dari masa lalu kemudian memperbaikinya dengan fokus pada kebutuhan dalam negeri dan industrialisasi sawit yang lebih menusantara?
Webinar Ngopini Sawit #2: Pasca-covid-19, Perlukah Indonesia Memperluas Kebun Sawit? ini digagas untuk mendialogkannya.
Narasumber:
Waktu dan Lokasi
Hari/tanggal : Rabu/24 Juni 2020
Pukul : 13.30 – 15.30 WIB
Lokasi : Youtube Auriga Nusantara